Demokrasi Saja Berjalan
Terseok-seok - Apalagi Demokrasi Ekonomi?
Oleh: Agung Setiawan
Demokrasi adalah jalan
yang dipilih oleh bangsa Indonesia karena bangsa ini percaya bahwa perbedaan
yang ada di indonesia merupakan suatu kekuatan yang membuat negara ini meraih
kemerdekaannya sesuai dengan semboyan negara “Bhineka Tunggal Ika” Berbeda-beda
tapi tetap satu” yaitu “Bangsa Indonesia”.
Tujuh puluh sembilan
tahun (79th) Indonesia merdeka, nampaknya ada hal yang mengganggu
kemedekaan yang dirasakan kita saat ini sehingga membuat Indonesia sedang mengalami
masa-masa yang sulit bagi demokrasi, demokrasi seakan menjadi bias
dimasyarakat, timbul banyak pertanyaan yang entah siapa yang harus menjawabnya
atau siapa yang bertanggungjawab akan hal tersebut.
Berangkat dari masyarakat
Indonesia yang pada lima tahun sekali melaksanakan “Hajatan Demokrasi” melalui
pemilihan umum yang bersifat pemilihan langsung dengan ketentuan satu orang
satu suara memilih pemimpin bangsa serta memilih dewan perwakilan rakyat yang kemudian
juga diikuti dengan memilih kepala daerah dimasing-masing wilayah diseluruh
Indonesia.
Pemilihan umum tersebut
adalah bentuk teknis dari demokrasi yang diyakini oleh bangsa Indonesia.
Pemilihan umum ini mengakumulasi suara rakyatnya sebagai pemilih yang merupakan
bentuk amanat yang dititipkan dan merupakan aspirasi yang diberikan dan
disampaikan kepada calon pemimpin dan wakil rakyat dalam rangka menjani hidup
berbangsa dan bernegara dalam trias politika kepemimpinan Indonesia.
Pemilhan umum yang
sejatinya bernafaskan Pancasila, yang berlandaskan konstitusi negara seraya
menjadi pertunjukan politik yang carut-marut diberbagai wilayah, hal ini
disaksikan dan dipertontonkan kepada masyarakat secara jelas, dengan menyajikan
bagaimana demokrasi “diakali” dengan berbagai cara serta “diobok-obok”
menggunakan perangkat negara melalui “kekuasaan”. Peraturan-peraturan dan
berbagai macam perangkat hukum diatur demi kepentingan elit politik sehingga
seolah-olah demokarasi masih berjalan sebagaimana mestinya. Padahal rakyat
Indonesia tidak semuanya “bodoh” rakyat mengerti bagaimana para penguasa
berusaha mencari celah demi kepentingan-kepentingan para penguasa bersama
dengan oligarki yang membersamai “mereka”.
Dengan demokrasi yang kita
hadapi sekarang dan kita saksikan bersama-sama tersebut berlangsung, ada yang perlu
kita ketahui bersama-sama bahwa demokrasi politik (demokrasi kepemimpinan) hanyalah
sebagian dari demokrasi yang seharusnya berjalan, ada sebagian demokrasi yang
lain yakni demokrasi ekonomi yang sampai hari ini masih jarang kita sentuh atau
bahkan belum negara agendakan sehingga “bagaimana mungkin” kita bisa menjalani
demokrasi yang utuh jika dari segi demokrasi politiknya saja sudah
“terseok-seok” begini.
Perlu kita sadari bahwa
selain demokrasi politik yang berjalan, seharusnya ada demokrasi ekonomi yang
juga ikut berjalan secara beriringan, membangun dan meratakan kesejahteraan
sebagai bentuk cita-cita bangsa yang tertuang dalam pembukaan konstitusi negara
kita “undang-undang dasar 1945”, yaitu “serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Mengutip dari kalimat
yang disampaikan oleh Halida Hatta, Putri Bungsu dari bung “Hatta” seorang
proklamator dan juga bapak koperasi Indonesia. Dalam Artikel yang telah tayang
di Kompas.com dengan judul "Halida Hatta di Kamisan Ke-828: Demokrasi
Dikangkangi Kesewenang-wenangan" Ia (Halida Hatta) menyampaikan “Seandainya
Ayah saya dapat menyaksikan Indonesia pada usia kemerdekaannya yang ke-79
tahun, saya yakin hatinya hancur melihat demokrasi di negaranya tercinta ini,
saat ini, dikakangi berbagai kesewenang-wenangan.”
Bung hatta yang merupakan
bapak koperasi Indonesia adalah salah satu orang yang menyuarakan demokrasi di
Indonesia baik secara formal (proses politik) maupun secara akademis lewat
karya-karyanya berupa buku, artikel, pidato dan ceramah kuliahnya (seminar).
Selain demokrasi politik ide mengenai demokrasi ekonomi selalu menjadi isu yang
disuarakan oleh bung hatta karena hal tersebut tidak bisa dipisahkan dalam
proses demokrasi, hatta mengejawantahkan bentuk teknis dari demokrasi ekonomi
melalui usaha bersama yang dikendalikan secara bersama-sama dengan semua
sumberdaya yang dikelola akan menjadi nilai tambah bagi semuanya secara adil
berbanding dengan kontribusi yang dilakukan oleh setiap individunya, bentuk
dari usaha bersama itu adalah “Koperasi” yang diadaptasi dari berbagai koperasi
diberbagai belahan dunia.
Koperasi merupakan wadah
usaha bersama yang menempatkan manusia sebagai modal utama dan menjadikan modal
(harta/uang) sebagai alat bantu dalam mewujudkan tujuan bersama yaitu
“kesejahteraan”, kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya berbagai macam
kebutuhan mulai dari kebutuhan primer hingga ke kebutuhan yang memang
dikehendaki oleh seluruh anggota koperasi. Koperasi juga tidak hanya berfokus
pada bisnis saja, nemun juga koperasi berfokus membangun seluruh anggotanya
mencapai kesetaraan mulai dari Pendidikan, kemampuan/keahlian, hingga peran
antara laki-laki dan juga Perempuan, selain itu juga koperasi berazaskan one
man one vote sehingga semua orang berhak bersuara dan berpendapat untuk
kemajuan dari koperasinya.
Koperasi di Indonesia masih
menjadi sesuatu yang kurang populer sangat berbanding jauh dengan di spanyol
khususnya di barcelona yang memiliki koperasi pekerja terbesar di dunia yaitu
“Mondragon Cooperative” koperasi pekerja yang memiliki 120’an lebih Perusahaan
dibawah koperasinya, yang memiliki tagline “Worker is Owner” jika diterjemahkan
“pekerja adalah pemilik” jika membandingkan dengan yang ada di Indonesia,
Indonesia mengadaptasi koperasi pekerja dengan perspektif yang berbeda dengan
nomenklatur yang juga sangat jauh berbeda yaitu “koperasi karyawan” yang dimana
koperasi tersebut merupakan kumpulan karyawan yang melakukan iuran yang dimana
bisnis yang dijalankan kebanyakan hanyalah usaha simpan pinjam yang pada
praktiknya hanya dijadikan sebagai “tempat meminjam” para anggotanya. sangat
berbeda dengan Mondragon Cooperative (koperasi Mondragon) yang mampu membuat
banyak Perusahaan dengan berbagai jenis usaha bahkan sampai membuat
universitasnya sendiri untuk menunjang Pendidikan para anggotanya sehingga
mewujudkan sumberdaya manusia yang mampu bersaing dan membuat demokrasi yang
tumbuh juga lebih sehat dengan pengetahuan yang setara.
Agenda-agenda mengenai
demokrasi ekonomi ini minim atensi sehingga Indonesia masih sangat jauh
tertinggal dari berjalannya demokrasi ekonomi yang sesungguhnya terlebih lagi proses
demokrasi politik hari sangat memprihatinkan, seperti apa yang sudah
disampaikan oleh Halida Hatta “Seandainya Ayah saya dapat menyaksikan Indonesia
pada usia kemerdekaannya yang ke-79 tahun, saya yakin hatinya hancur melihat
demokrasi di negaranya tercinta ini, saat ini, dikakangi berbagai
kesewenang-wenangan.”
Bekasi, 11 September 2024
Agung Setiawan, Hc.
Comments